LUKA-LUKA BATIN

LUKA-LUKA BATIN

Luka batin adalah keadaan hati atau jiwa yang menderita goncangan akibat peristiwa atau pengalaman pahit dan menyakitkan pada masa lampau, dan tetap menggangu hidup seseorang pada masa sekarang dan membuat jiwa atau tingkah lakunya terganggu.

Penyebab Munculnya Luka Batin

            Luka batin muncul ketika seseorang mengalami peristiwa pahit dan menyakitkan dalam hidupnya. Peristiwa pahit dan menyakitkan itu dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan dan lain-lain. Namun, di antara semua faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, keluarga merupakan faktor yang paling penting.

Mengapa keluarga menjadi faktor paling penting?

Alkitab menyatakan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Kolose 3:21). Di sini kita lihat bahwa firman Tuhan mengingatkan kewajiban yang penting dari para orang-tua (Yun. Pater, jamak, pateres, dapat berarti “ayah-ayah” atau “ayah dan ibu”) ialah memberikan kepada anak mereka ajaran dan teguran yang termasuk pengasuhan Kristen. Orang-tua harus menjadi teladan dalam kehidupan dan perilaku Kristen, serta lebih mempedulikan keselamatan anak mereka daripada pekerjaan, profesi, pelayanan mereka di gereja atau kedudukan sosial.[1]

Keluarga merupakan unit sosial terkecil atau kelompok sosial pertama bagi seseorang pada masa kanak-kanak. Dalam keluarga para anggota keluarga menjadi orang-orang paling pertama dalam kehidupannya pada masa-masa peletakan dasar kepribadiannya. Sikap orang-tua yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anaknya, akan mempunyai banyak akibat yang merusak diri anak. Banyak kasus kenakalan remaja yang berasal dari perasaan ditolak oleh orang-tuanya. Penolakan ini terjadi karena si anak tidak memenuhi harapan orang tuanya atau memang ia tidak dikehendaki keberadaannya. Kalau si anak merasa bahwa kakak atau adiknya lebih disenangi oleh orang-tuanya, perasaan ini akan memperbesar rasa amarahnya dan rasa ketidak-mampuannya.   

            Menurut Meier,[2]  enam tahun pertama dalam kehidupan seseorang merupakan masa yang paling penting karena 85% kepribadian dasar seorang dewasa telah terbentuk pada saat ia berusia enam tahun. Namun hal ini bukan berarti pengalaman setelah usia itu tidak mempunyai pengaruh lagi. Tentu saja tetap berpengaruh, hanya pengaruh yang paling besar adalah tatkala di usia sebelum enam tahun.

            Pengalaman-pengalaman yang menyakitkan pada masa ini sangat membekas dalam kehidupan anak. Demikian juga dengan peristiwa-peristiwa menyakitkan seperti diperlakukan secara kejam oleh orang-tua atau anggota keluarga yang lain.

Yang dimaksud dengan perlakuan kejam di sini ialah tindakan yang tidak normal atau tidak wajar yang merusak. Perlakuan kejam, bisa terjadi dengan memakai kata atau ungkapan yang kasar, tingkah laku yang kasar dan menghina.[3]

            Seorang wanita berusia 75 tahun menjelaskan secara terinci pengalamannya kepada Dr. Clyde M. Narramore, seorang pembimbing Kristen, ketika diperlakukan dengan sewenang-wenang dan disiksa ketika ia masih merupakan seorang gadis kecil. Wanita ini deperlakukan secara kejam ketika ia masih kecil dengan cara dicambuk sampai luka.

Pada umur tujuh puluh lima tahun, ia masih membawa bekas-bekas luka yang mendalam itu di dalam batinnya, walaupun bekas-bekas cambuk di kakinya telah lama hilang.[4] Jelas, akibat perlakuan sewenang-wenang dan penganiayaan itu sangat berpengaruh pada seseorang pada masa dewasa.

            Memang sulit untuk dipercaya ada orang-tua yang tega memperlakukan anaknya seperti itu dengan sewenang-wenang serta menganiayanya, tapi itu adalah suatu kenyataan. Orangtua bukannya menyayangi dan mengasuh anak-anaknya, dan membuatnya aman agar merasa dikasihi dan dihargai, melainkan malah menyiksa anak yang mengakibatkan hatinya terluka. Mungkin maksudnya baik, tetapi caranya salah. Dan hal itu tidak hanya terjadi di lingkungan non Kristen tapi juga di lingkungan Kristen, bahkan di dalam keluarga “Kristen yang baik”.[5]

Jenis-jenis Perlakuan Kejam

            Perlakuan kejam merupakan penganiayaan orang dewasa terhadap anak yang mengganggu kondisi fisik maupun mental anak. Jenis perlakuan kejam dapat dilakukan secara verbal, fisik dan seksual.[6]

Perlakuan Kejam secara Verbal (Verbal abuse)

Verbal abuse yaitu perlakuan kejam dengan memakai kata-kata atau ekspresi tingkah laku apa saja yang merusak harga diri seseorang. Verbal abuse merupakan penganiayaan emosi dan batin karena merupakan perlakuan yang salah dari orang dewasa terhadap anak yang membuat anak merasa sangat tertekan, takut, dan terhina. Hal ini terjadi karena orang-tua bicara terlalu keras dan menggunakan kata-kata yang melukai, menjebak, dan membungkam seseorang. Misalnya ada orang-tua memberikan julukan nama-nama aneh kepada anak mereka yang membuat anak merasa terhina dan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya kemudian. Melalui ucapan dan nada suara banyak orang-tua menanamkan pesan-pesan dalam pikiran orang yang mendengarnya jika berulang terus menerus dan sangat kuat, akan merasuk ke dalam jati diri korban, dan membentuk cara pandang mereka terhadap diri sendiri.[7]

Kata-kata yang mengecam meninggalkan kesan yang bertahan lama dalam diri seorang anak kecil. Bahkan, pengaruhnya mungkin lebih menghancurkan daripada kekerasan fisik. Kata-kata memiliki pengaruh besar dalam semua aspek kehidupan seorang anak karena tiap-tiap kata atau istilah yang diucapkan di depan seorang anak membawa pula pesan tersirat mengenai si anak yang bersangkutan dan hubungannya dengan dunia. Begitu si anak menyimpan pesan ini di dalam batinnya, pesan tersebut menjadi suatu “keyakinan” yang mengatur pengalamannya pada masa depan. Tentu saja, mempergunakan kata-kata untuk menegur kesalahan perilaku anak itu baik. Tetapi mengatakan kepada seorang anak bahwa dia tidak berguna, bodoh, atau jahat, ini sangat menghancurkan hati anak.

Verbal abuse tersebut dapat berupa:[8]

1. Ketidak-pedulian orang-tua

Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak peduli, lahir sebagai anak yang tidak diharapkan atau tidak diasuh sebagaimana mestinya. Yang berikut adalah bentuk-bentuk ketidak-pedulian orang-tua:

a. Memaksakan pendapat

Orang-tua yang suka memaksakan pendapatnya terhadap anak akan membuat anak  mengalami kesulitan di masa dewasa untuk membuat keputusan. Ia merasa dirinya tidak mampu untuk mengambil keputusan yang baik karena selalu dicela sehingga meredam kemampuannya untuk berkembang sesuai dengan jati dirinya.

b. Bersikap selalu benar

Orang-tua yang selalu merasa benar selalu menempatkan diri mereka sendiri pada posisi yang benar dan anak mereka di posisi yang salah. Mereka akan menyelidiki melalui kejadian-kejadian dan informasi sebagai bukti atas kebenaran mereka, mendebat setiap orang yang menanyakan mereka dengan serentetan kebenaran pemikiran mereka. Tidak ada tempat bagi anak mereka untuk  berpendapat lain. Tentu hidup dengan seorang yang selalu benar menghasilkan frustrasi dan kemarahan. Inilah juga yang terjadi dengan anak-anak yang hidup dengan orang-tua yang selalu bersikap benar.

c. Menggunakan kekuasaan supaya anak patuh

Biasanya orang-tua yang ingin anaknya patuh, bukan untuk kebaikan atau keselamatan anak mereka, tetapi untuk kesenangan atau kekuasaan mereka sendiri. Segala sesuatu harus tunduk dan patuh pada keputusan-keputusan orang-tua.

d. Tidak mengajak anak bicara

Karena marah atau kecewa terhadap anak, ada orang-tua yang mendiamkan selama beberapa waktu atau tidak mau bicara dengan anaknya sampai anak mereka mau menuruti kemauan orang-tua.

Sikap yang demikian merupakan penganiayaan batin. Anak seakan-akan tidak dihargai, dan tidak dianggap.

2. Tidak memberikan kasih sayang

Banyak orang-tua yang jarang memuji dan memberikan dorongan kepada anak-anak mereka, lalai untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak mereka, tetapi sebaliknya yang mereka lakukan adalah:

a. Sikap menuduh dan mempersalahkan anak

Kadang-kadang hubungan yang tidak baik atau tidak harmonis antara suami-istri dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap anak-anak mereka. Misalnya, karena jengkel terhadap suami atau istri, maka anak menjadi korban, anak yang tidak bersalah dipersalahkan, dimarahi tanpa sebab yang jelas. Akibatnya, anak tumbuh menjadi dewasa dengan perasaan selalu merasa bersalah dan merasa tidak aman.

b. Menekan perasaan anak

Jika seorang anak merasa sedih ia akan menangis, jika marah ia, akan berteriak, jika gembira ia akan bernyanyi-nyanyi. Ada orangtua yang tidak mengerti hal itu sehingga pada saat anaknya menangis dia akan berusaha supaya anaknya itu berhenti menangis.

Misalnya dengan mengatakan: “Jangan menangis!”, Atau, “Tutup mulut!” Atau membentak, “Diam !”, dan ngedumel “Saya tidak mau mendengar tangisan!”. Demikian pula bila anaknya marah atau gembira. Pokoknya anaknya tidak boleh ribut-ribut.

Artinya luapan perasaan si anak selalu ditekan. Anak akan merasa tertekan karena tidak dapat mengungkapkan perasaannya dengan bebas.

c. Terus menerus mengancam dan menakut-nakuti anak

Supaya anak mau menurut kepada orang-tua maka, tidak jarang orangtua mengancam dan menakut-nakuti anaknya misalnya diancam akan dipukul, diusir dari rumah atau mengurungnya di kamar atau dengan tidak memberinya kue, dengan harapan anaknya itu mau menurut. Perlakuan yang demikian dapat menimbulkan suatu perasaan benci dalam diri anak terhadap orang-tuanya atau perasaan takut yang berkesinambungan di dalam diri anak itu. Atau jika ancaman itu tidak dilaksanakan maka anak akan menjadi semakin bandel karena merasa “ah, tidak akan diapa-apain”.

3. Orang-tua sibuk

Orang-tua yang bekerja biasanya sangat sibuk di kantor, begitu pulang sudah terasa lelah. Sementara di saat yang sama anak-anak mereka meminta perhatian. Tetapi orang-tua beranggapan anak-anak mereka mengganggu ketenangan mereka sendiri. Oleh karena itu mereka tidak dapat memberikan kasih dan perhatian yang sangat diperlukan itu kepada anak-anak mereka. Untuk menghindari gangguan anak mereka, orang-tua cenderung melakukan hal-hal berikut:

a. Membohongi anak

Orang-tua kadang tidak mau direpotkan oleh anak dengan permintaannya yang macam-macam, sehingga tidak segan-segan orang-tua mengobral janji kepada anak agar anak menjadi diam. Padahal janji itu tidak ditepati.

Akhirnya anak akan melihat bahwa orang-tuanya itu tidak dapat dipercayai.

Setelah dewasa ia akan menjadi orang yang hidup dengan meragukan orang lain, diri sendiri dan Tuhan.

b. Tidak mendengarkan anak

Seorang anak membutuhkan juga orang lain yang mau mendengar ceritanya, menaruh perhatian terhadap pengalaman-pengalamannya. Anak perlu orang-tuanya mau mndengarkan pertanyaan-pertanyaannya dan menjawabnya. Tetapi mungkin karena sibuk atau mungkin juga memang tidak berminat untuk mendengarkan, orang-tua yang tidak mau menaruh perhatian terhadap apa yang dikatakan oleh anaknya sehingga anak merasa disepelekan. Jangan heran kalau ketika dewasa iapun cenderung untuk menjadi orang yang tidak dapat mendengar orang lain.

4. Orang-tua terlalu menuntut

a. Penerimaan bersyarat

Orang-tua terus menerus mengesankan pada anak, langsung atau tidak langsung, bahwa mereka sekarang tidak cukup baik karena mereka dapat melakukan lebih baik. Orang-tua sering mengkritik sehingga anak merasa tertolak, putus asa karena orang-tua tidak menerimanya sebagaimana adanya.

b. Menuntut kesempurnaan

Anak selalu dimarahi setiap melakukan kesalahan, atau kalau ada sesuatu yang kurang dalam diri anak itu. Anak dituntut sempurna di hadapan orang-tuanya. Perlakuan yang demikian dapat mengakibatkan anak merasa dirinya tidak diterima.

Setiap hari ia merasa berkali-kali ditolak, selalu merasa dirinya kurang baik, sehingga terus menerus melakukan hal-hal kecil untuk membuat dirinya merasa lebih baik.

c. Secara berlebihan menuntut prestasi yang istimewa

Orang-tua biasanya akan merasa bangga jika anaknya pandai, cepat mengerti, berbuat baik. Pokoknya bisa memenuhi apa yang diharapkan oleh orang-tua. Dan orang-tua tidak segan-segan untuk memuji-muji anaknya atas prestasi yang istimewa, tetapi tidak mempedulikan keberhasilan anak yang nampaknya sederhana.

Salah satu bentuk penolakan anak adalah dengan menuntut anak agar  mencapai prestasi apa yang diinginkan oleh orangtua. Orang-tua selalu bereaksi terhadap prestasi yang kurang sempurna dari anak dengan menunjukkan kesalahan yang dibuat anak. Terlalu banyak berpusat pada kesalahan  membuat anak merasa inferior atau putus asa, kehilangan kepercayaan diri jika mereka tidak berprestasi memadai.

5. Orang-tua suka membanding-bandingkan

a. Membandingkan seorang anak dengan anak yang lain dengan cara yang menyakitkan

hati.

Setiap orang tidak luput dari kelemahan dan kekurangan tanpa terkecuali anak-anak. Seorang anak yang suka dibanding-bandingkan dengan anak-anak yang lain dengan mengatakan bahwa anak-anak lain lebih baik, atau lebih pintar dari dirinya akan membuat anak itu anak yang rendah diri. Harga dirinya menjadi rusak. Dan iapun terluka, luka yang kemungkinannya (bila tidak diselesaikan) akan dibawanya sepanjang masa hidupnya.

b. Menganak-emaskan salah satu anak

Misalnya, Anita seorang anak yang sering sakit-sakitan, maka ia sangat dikasihi, diperhatikan, dibela oleh orang-tuanya, tidak boleh ia bekerja capai sedikit. Anita tidak pernah disuruh-suruh oleh orang-tuanya sedangkan Yuli adiknya selalu disuruh ini dan itu karena ia sehat. Tetapi sikap orang-tuanya yang terlalu memperhatikan kakaknya Anita, membuat Yuli merasa tersingkir, tidak diperhatikan dan ia merasa iri terhadap kakaknya.

6. Penganiayaan emosi

a. Berteriak-teriak terhadap anak

Sering orang-tua tidak dapat menjadi sabar terhadap kelakuan anaknya yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan mereka. Apalagi jika orang-tua dalam keadaan lelah, mudah sekali marah-marah dan berteriak-teriak terhadap anak dengan suara yang keras,  agar anak mau memperbaiki kelakuan. Jika hal itu sering terjadi, bukan hanya satu, dua kali saja tapi terjadi berulang kali. Tentu saja perbuatan ini tidak benar, sementara kebanyakan orang-tua tidak menyadari bahwa anak yang selalu mendengar teriakan yang tidak henti-hentinya, akan merasa terpukul secara emosi.

b. Membentak dan mengomel

c. Melontarkan ayat-ayat alkitab kepada seorang anak

Saking jengkel dan marah seorang ibu berkata kepada anaknya, “Aduh, Tono, bukankah Tuhan Yesus katakan kamu harus mengasihi, mengapa kamu pukuli terus adikmu?”

Ada orang-tua yang beranggapan bahwa mengoreksi anak dengan ayat-ayat Alkitab akan membuat si anak sadar dan mau mengubah kelakuannya yang buruk, padahal justru perlakuan yang demikian akan membuat anak menjadi lebih frustrasi dan lebih merasa bersalah. Bahkan mungkin akan membuatnya benci terhadap Alkitab. Anak-anak memang memerlukan Firman Allah dalam hati dan pikirannya tapi janganlah Firman itu disampaikan pada saat orang-tua sedang jengkel atau marah.

7. Memberi label

Kata-kata yang paling merusak adalah kata-kata orang-tua yang biasa mengecilkan hati anak melalui ucapan mereka. Mereka bukannya menggunakan kemampuan berbicara mereka untuk membesarkan hati dan mengangkat anak, tetapi sebaliknya mereka menggunakannya untuk menghancurkan dan mengecilkan hati anak. Penggunaan bahasa dan nada suara mereka sengaja dibuat untuk menekan perasaan orang lain, dan membuatnya merasa tidak berarti. Ucapan mereka seolah-olah hampir seperti kata-kata yang menusuk dan menggilas harga diri anak yang dilecehkan.

         Salah satu kebiasaan orang-tua yang paling tidak bermanfaat dan bahkan merusak harga diri seorang anak adalah memberi label pada anak yang seolah-olah menghina, meremehkan, dan mengecam seorang anak. Banyak orang-tua menghina, meremehkan dan mengecam anak mereka dengan mengatakan tolol, goblok, otak udang, ceroboh, tidak teratur atau lamban, nakal, bandel dan lain sebagainya. Mungkin orang-tua tidak menyadari bahwa kata-katanya yang bernada negatif itu dapat membuat anak merasa tidak layak, kehilangan rasa hormat kepada dirinya sendiri, putusasa dan patah semangat, batinnya pun terluka. 

Pada akhirnya anak akan mempercayai bahwa ia memang demikian. Dengan dengan demikian anak merasa kehilangan rasa percaya dirinya sendiri. Ia akan mulai membenci orang-tuanya dan akan mulai menggunakan kata-kata yang sama untuk mengata-ngatai orang-tuanya.

Perlakuan Kejam secara Fisik (Physical abuse)

Physical abuse yaitu perlakuan kejam secara jasmani yang diungkapkan dengan memukul, merusak jasmani yang disertai emosi kemarahan, keganasan dan kebencian. Itu sebabnya perlakuan kejam secara jasmani bukan hanya merusak fisik, tetapi juga jiwa seseorang. Perlakuan kejam secara jasmani merupakan penganiayaan fisik, yaitu perlakuan keras orang dewasa yang diarahkan pada tubuh anak sehingga anak mengalami luka atau cacat fisik. Pelakunya hampir selalu orang tua dari si anak dan biasanya disertai penganiayaan mental. Korban biasaya berusia di bawah 12 tahun, yang biasanya belum punya keberanian untuk menghindar. Orang-tua biasanya menggunakan centong kayu, rotan atau sabuk untuk memukul dengan cara menyakitkan, tidak terkendali dan melukai, dengan demikian dapat mengakibatkan luka fisik dan mental terhadap anak. Pukulan membuahkan pukulan serta kemarahan, balas dendam, dan putusnya komunikasi antara orang-tua dan anak.

Perlakuan kejam secara jasmani dapat berupa:[9]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

1. Memelintir, memukul lengan atau kaki.

Perbuatan ini dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, tulang patah atau  remuk. Retak-retak pada rusuk belakang sangat lazim terjadi jika seorang anak kecil dianiaya secara fisik. Beberapa kasus yang ditemukan di lapangan,  misalnya saja tulang leher si Ani pernah retak karena dipukul cukup keras dengan sisi tangan ibunya.

2. Disiram dengan air panas atau mendidih.

Ini perbuatan kejam. Menyiram dengan air panas atau mendidih. Ataupun memaksa masuk ke dalam bak mandi atau ember besar yang diisi dengan air panas sehingga bagian tubuh yang terkena melepuh.

Kemudian ada juga yang ditempel dengan api rokok atau setrika pada perut, lengan,

kaki, dan telapak kaki anak. Akibatnya terjadi luka bakar, dan akan meninggalkan bekas yang jelas pada tubuh anak itu.

Susi, 21 tahun, masih ingat ketika bagaimana Omanya begitu marah padanya karena dianggap bandel dan suka membantah kemudian disiram dengan segelas air panas. Untunglah Susi sempat mengelak dan air panas itu hanya mengenai bajunya sedikit dan Susi lari meninggalkan Omanya yang sedang marah, waktu itu Susi berumur 8 tahun.

3.  Memukul dengan benda-benda keras.

        Memukul dengan benda keras atau mencambuk dengan memakai seutas kabel listrik, rantai sepeda, atau dengan gesper ikat pinggang yang mengakibatkan luka-luka memar. Luka-luka memar itu biasanya mempunyai bentuk tertentu, mungkin bentuknya menyerupai sebuah sikat rambut atau telapak tangan, atau berbentuk panjang dan tipis yang merupakan bekas suatu benda yang digunakan sebagai cambuk.

Imanwanto anak berumur 3 tahun 2 bulan mati gara-gara punggung dan kepalanya dipukuli dengan sapu ijuk berganggang merah oleh ibu tirinya, Ros, 20 tahun, lulusan PGA Kristen. Alasannya karena anak itu sering berak di celana dan saat itu Ros sedang ngidam jadi cepat marah dan naik pitam bila melihat yang jorok.

4. Menampar anak dengan keras.

Banyak anak ditampar demikian kerasnya sehingga terhempas ke dinding atau lantai, sampai terbaring pingsan dengan geger otak atau retak pada tulang kepalanya.

Yani seorang anak berumur 7 tahun ditampar kemudian kepalanya dibenturkan ke dinding oleh ayahnya yang sedang marah.

5. Menggoncang tubuh anak.

Dengan memegang kedua bahu anak, orang-tua  menggoncang-goncang tubuh anak dengan kuat. Jika goncangan itu melebihi batas dan terjadi berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan di otak atau di dalam mata bahkan dapat mengakibatkan anak itu menjadi tuli, buta, lumpuh, atau mati. Jika anak itu tetap hidup, menjelang usia bersekolah ia mungkin mendapat kesulitan dalam belajar karena kerusakan-kerusakan pada susunan sarafnya.

Seorang ibu begitu kesal dan marah terhadap anaknya yang berumur 6 tahun karena tidak mau mendengar perintahnya akhirnya tangan anak itu ditarik kemudian bahunya dipegang dan diguncang dengan cukup keras sampai jatuh terduduk.

6. Menusuk anak dengan jarum atau menikam dengan benda tajam.

Tusukan benda tajam, jarum, pisau, gunting dan lain-lain akan membuat anak terluka. Didi, 5 tahun, anak yang cukup aktif, sudah berkali-kali diperingatkan ibunya untuk tidak main pisau tapi Didi tidak mau mendengar sehingga pada suatu kali karena begitu jengkelnya ibu Didi menusukkan pisau itu ke tangan Didi samapi terluka. Lukanya sembuh dan mungkin bekas luka di tubuhnya hilang. Tetapi luka batinnya, jika tidak diselesaikan secara benar takkan sembuh.

Perlakuan Kejam secara Seksual (Sexual abuse)

Sexual abuse yaitu perlakuan kejam secara seksual yang dilakukan dengan cara:[10]

1. Membiarkan anak tidur dengan orang-tua.

        Anak tidur bersama orang-tua sampai usia lebih dari dua tahun sehingga memungkinkan anak melihat hubungan seks antara ayah dan ibu. Orang-tua yang mengizinkan anak tidur sekamar dengan mereka akan merusak diri anak karena seks antara suami-istri itu adalah merupakan suatu yang privacy (bersifat pribadi) di mana orang lain (anak-anak) tidak boleh melihat atau mengetahuinya. Anak-anak yang melihat hubungan seks antara ayah dan ibu akan mempunyai anggapan bahwa si ayah sedang menyakiti ibunya sehingga akan menimbulkan ketakutan atau kengerian.

        Mira, seorang gadis merumur 30 tahun, mempunyai kesulitan dalam menentukan jodoh. Setelah ditelusuri ternyata dia mempunyai perasaan takut dan ngeri untuk menikah karena ketika kanak-kanak dia tidur dengan ayah dan ibunya sampai sekitar umur 7 tahun dan sempat menyaksikan ketika bagaimana orang-tuanya melakukan hubungan suami-istri. Waktu itu yang ada hanyalah perasaan takut dan ngeri melihat ibunya diperlakukan seperti itu seakan-akan ibunya sedang disakiti oleh ayahnya ingin rasanya dia menolong ibunya tapi dia tidak mengerti harus berbuat apa.

 2. Antara kakak beradik saling melihat, meraba, mengelus alat kelamin.

        Hal tersebut merupakan perlakuan kejam secara seksual karena itu berarti merusak atau memperkosa privacy seseorang yang disembunyikan.

        Nani, 19 tahun, seorang gadis pemalu dan rendah diri. Dia menceritakan bahwa perasaannya begitu malu dan merasa terhina juga merasa bersalah kalau teringat masa kanak-kanaknya. Di suatu bilik, pada saat itu dia berumur 6 tahun, berdua dengan kakaknya laki-laki yang berumur 8 tahun saling melihat dan meraba alat kelamin dan segera lari ketakutan ketika mendengar ada suara orang datang.

 3. Inses

      Yaitu hubungan seks antara anggota keluarga atau kerabat yang sangat dekat. Misalnya yang sering terjadi ialah hubungan seks antara kakak beradik kandung, antara ayah dan putrinya, antara ayah tiri dan anak tirinya, antara paman dan kemenakannya perempuan, antara kakek dan cucu perempuan.

      Nona, 14 tahun, saat ini tinggal bersama neneknya. Hari-hari ini ia lewati dengan membaca buku-buku rohani. “Saya berjanji tidak akan mau kawin. Saya mau jadi biarawati saja,” ungkap Nona. Rupanya Nona mengalami pelecehan seksual. Ia diperkosa oleh ayah kandungnya saat ia duduk di kelas III SD dan keadaan itu berlangsung terus hingga empat tahun sampai akhirnya kasusnya terbongkar dan ayahnya ditangkap polisi.

Bentuk-bentuk luka batin

            Mudah bagi kita untuk melihat bentuk luka secara fisik, tetapi tidak demikian halnya dengan bentuk dari pada luka batin. Luka batin menyangkut sesuatu yang ada di dalam hati atau jiwa manusia. Namun bentuk luka batin tersebut dapat dilihat dari parahnya gangguan dalam perasaan, tingkah laku, pikiran yang dialami seseorang. Semakin berat trauma atau goncangan jiwa dari pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa pahit dan menyakitkan pada masa lampau yang dialami seseorang, semakin berat pula tingkat gangguannya.

            Berdasarkan berat ringannya trauma yang dialami seseorang maka bentuk luka batin tersebut dapat dilkasifikasikan dalam tiga bentuk yaitu :[11]

  1. Psikosis (sakit jiwa)
  2. Neurosis (gangguan jiwa)
  3. Pra-neurosis

Dari ketiga bentuk luka batin tersebut hanya bentuk pra-neurosis yang akan dibahas secara mendalam sedangkan bentuk psikosis dan neurosis akan dibahas secara sepintas saja, karena jika ketiganya dibahas akan terlalu luas permasalahannya.

1.  Psikosis (sakit jiwa)

Seorang yang diserang penyakit jiwa, kepribadiannya terganggu, dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Ia telah kehilangan kontak dengan realitas, tak dapat membedakan antara realita dan ciptaan khayalan, dan hidupnya dikuasai oleh khayalan-khayalan.

Jika tingkah lakunya itu menjadi abnormal dan irrasional, sehingga dia dianggap bisa membahayakan atau mengancam keselamatan orang lain dan bagi dirinya sendiri, maka secara hukum ia dinyatakan sebagai gila. Sebaliknya, seringkali orang yang sakit jiwa, tidak merasa bahwa ia sakit, ia menganggap dirinya normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul dan lebih penting dari orang lain.

Sakit jiwa selain disebabkan oleh kebiasaan mental dan pola-pola kebiasaan yang salah sejak kanak-kanak, ditambah dengan mengalami ketidak mampuan menyesuaikan diri yang parah sekali, dan menggunakan pertahanan  diri yang salah.

Psikosis juga disebabkan karena adanya faktor bawaan atau keturunan dari orang tua atau generasi sebelumnya yang psikotis (sakit jiwa). Seorang penderita psikosis mengundurkan diri dari dunia yang nyata. Menurut anggapannya dunia yang nyata itu hanya menyakiti sehingga ia menciptakan dunianya atau lingkungannya sendiri, suatu dunia atau lingkungan yang tidak nyata yang dapat memberinya rasa aman.

2. Neurosis (gangguan jiwa)

Seorang neurosis, yang mengalami gangguan jiwa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya kepribadiannya tidak jauh dari realitas, dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. Gangguannya mengenai sebagian dari kepribadian, khususnya berkenaan dengan tidak adanya atau berkurangnya hubungan dengan sekitarnya. Sungguh pun demikian, masih ada juga sedikit relasi atau komunikasi dengan dunia luar, dan masih ada sedikit wawasan terhadap sifat-sifat sendiri dan tingkah laku sendiri.

3. Pra- neurosis

Pada tahap ini orang yang bersangkutan mengalami frustasi, ia marah terhadap dunianya, merasa dirinya berdosa dan bersalah, hidup dalam ketegangan dan ketakutan (cemas). Tetapi orang pra-neurosis masih mempunyai usaha untuk mengatasi rintangan-rintangan, namun jika usahanya itu terus menerus mengalami kegagalan, orang frustasi itu akan menjadi neurosis.

Pra-neurosis merupakan tingkat yang paling ringan dari gangguan jiwa.

Penderita hidup dalam realita dan menjalani kehidupan sebagai orang normal. Hanya ada sedikit gangguan dalam jiwanya yang menghambat dirinya untuk dapat berkembang secara optimal.[12] Empat kemungkinan gangguan yang dialami oleh penderita pra-neurosis:[13]

a. Gangguan perasaan

  1. Rasa cemas (gelisah)

Perasaan tidak menentu, panik, takut tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah dan mencemaskan itu.

Gejala-gejala orang yang menjadi korban rasa gelisah antara lain tampak pada tangan dan kaki yang mudah berkeringat, detak jantung yang mudah berdenyut lebih cepat, kepala pening, suka mengeluh sukar tidur, pikiran kacau, perasaan tidak menentu dan mudah marah.

  • Iri hati

Sering kali orang iri hati atas kebahagian, keberhasilan orang lain.

Perasaan ini bukan karena kebusukan hatinya seperti biasa disangka orang, akan tetapi karena ia sendiri tidak merasakan kebahagian, keberhasilan dalam hidupnya.

  • Rasa sedih

Ada orang yang tidak pernah bergembira hidupnya. Air mukanya selalu membayangkan kesedihan, walaupun ia seorang yang mampu, berpotensi, dihargai orang dan sebagainya. Ia tidak tahan mendengar cerita-cerita yang menyedihkan, yang menyinggung perasaan, emosinya mudah tergugah, lalu menangis tersedu-sedu tanpa dapat ditahan.

4) Rasa rendah diri (minder) dan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri

Perasaan rendah diri ini menyebabkan orang merasa malu-malu, takut-takut, merasa tidak aman dalam pergaulan, dan lekas tersinggung. Karena itu ia mungkin akan menjauhi pergaulan dengan orang lain, menyadari tidak berani mengemukakan pendapat (karena takut salah), tidak berani bertindak atau mengambil suatu inisiatif (takut tidak diterima orang).

Semua ini disebabkan karena ia berpikir bahwa dirinya tidak berharga dan tidak dapat berbuat apa-apa. Lama kelamaan akan hilanglah kepercayaan kepada dirinya, dan selanjutnya ia juga kurang percaya kepada orang lain. Ia akan lekas marah atau sedih hati, menjadi apatis dan pesimis.

Di pihak lain rasa rendah diri ini juga dapat menyebabkan seseorang berlagak hebat dan gagah-gagahan untuk menutupi rasa rendah dirinya. Sehingga ia menjadi orang yang suka mengeritik orang lain, merasa super, kecenderungan untuk mau menang sendiri, keras kepala, dan tingkah lakunya mungkin akan terlihat sombong.

Dalam pergaulan ini menjadi kaku, kurang disenangi oleh kawan-kawannya, karena mudah tersinggung dan tidak banyak ikut aktif dalam pergaulan.

         5) Rasa takut (phobia)

Yaitu rasa takut yang tidak sehat dan tidak wajar yang secara obyektif bukan merupakan sumber kerugian atau bahaya misalnya takut pada alam terbuka, takut melihat darah, takut pada kegelapan, takut melihat cacing, tikus, kecoa, dan lain-lain. Rasa takut yang tidak sehat menghambat hidup seseorang dan mudah menjadi korban ejekan dan tertawaan orang lain. Selain itu rasa takut dapat membuatnya menjadi orang yang sangat pasif dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Ia malas melakukan kegiatan hidup sehari-hari dan tidak berani menghadapi kenyataan hidup.

  6) Selalu merasa hidup dalam penderitaan

Orang yang demikian hidupnya selalu mengeluh dan mengemukakan hal-hal yang negatif saja, memandang seluruh hidup ini dari segi gelapnya. Di matanya tidak ada hal yang baik dan ideal. Semua serba kurang, serba tidak sempurna. Kemanapun pergi, ia membawa wajah sedih, berita susah dan kabar buruk. Kalau menemukan hal yang baik, ia selalu menemukan segi negatifnya. Ia tidak pernah dapat puas.

  7) Rasa bersalah

Perasaan bersalah adalah reaksi yang wajar atas dosa-dosa yang telah kita lakukan. Ini adalah cara Roh Kudus menegur kita bahwa kita telah melakukan hal yang tidak menyenangkan hati Allah. Perasaan bersalah sehat dan normal, ini merupakan satu cara proses penyucian Allah. Ketika kita menyadari kekurangan kita, kita dapat mengetahui bahwa dalam kehidupan ini kita harus tunduk kepada Allah. Kita membersihkan perasaan bersalah dengan pengakuan dosa.

Perasaan bersalah merupakan alasan yang tidak wajar jika kita merasa bersalah terhadap situasi atau keadaan yang seharusnya kita tidak perlu merasa bersalah misalnya selalu merasa diri kotor, terus merasa berdosa, bersalah walaupun sudah minta pengampunan Tuhan.

  8) Rasa tertolak

Penderita luka batin cenderung memiliki perasaan tertolak yang besar, ia berpikir tidak seorangpun mau menerimanya begitu saja. Rasa takut tertolak membuat ia berusaha sedapat mungkin untuk diterima dan dihargai oleh orang lain, ia berusaha bertindak sesempurna  mungkin. Jika gagal, ia menjadi gelisah dan menyalahkan diri sendiri.

Rasa tertolak yang terus menerus dialami akan membuatnya putus asa. Ia merasa tidak berharga dan menganggap hidup tidak berarti lagi dan dapat membawanya pada keputusan untuk mengakhiri hidupnya.

b. Gangguan tingkah laku

Ketidak tenteraman hati, atau kurang sehatnya jiwa seseorang, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakannya.

Misalnya, orang yang merasa tertekan, atau merasa gelisah, akan berusaha mengatasi perasaan yang tidak enak itu dengan jalan mengungkapkannya keluar.

Akan tetapi, tidak selamanya orang mendapat kesempatan untuk itu, mungkin karena tidak berani seperti anak kecil yang sering dimarahi dan dipukuli oleh orang-tuanya.

        Kemarahan dan pukulan orang-tua itu tidak menyenangkan perasaan si anak, tapi ia takut melawan. Bila tidak membela diri atau mengungkapkan perasaan yang tidak enak itu, ia merasa tidak puas. Maka terjadilah pertentangan batin, antara ingin melawan (membela diri) dan takut akan hukuman dan kekerasan orang-tua yang jauh lebih berkuasa dan lebih kuat daripadanya. Untuk menyelesaikan ia akan melakukan sesuatu yang tidak disenangi oleh orang-tua, atau melepaskan perasaan dengan mengganggu adik-adiknya atau merusak dan memecahkan barang-barang kepunyaan orang-tuanya.

        Kita sering melihat orang yang cepat naik darah, pemarah, kasar, suka menghina, mengganggu ketenangan dan hak orang lain, mencuri, menyakiti atau menyiksa orang, memfitnah, sulit mempercayai orang lain, sering pindah pekerjaan, sering sibuk tanpa tujuan yang jelas, perfeksionis (menuntut kesempurnaan) dan sebagainya. Hal itu disebabkan oleh karena tidak puasnya ia terhadap dirinya, sedang ketidakpuasan terhadap diri itu timbul karena keadaan jiwa yang terganggu, akibat pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa lampau khususnya yang dilaluinya sejak kecil. Sebaliknya ada juga yang mempunyai reaksi ke dalam yaitu menyimpan, memendam semua perasaan sedih, marah, benci dan lain-lain itu di dalam hatinya sehingga membuatnya stres berlanjut dengan depresi. Bahkan akhirnya karena tidak kuat menanggung penderitaannya itu seseorang bisa sampai melakukan bunuh diri.

c. Gangguan pikiran

Perlakuan orang-tua yang terlalu keras, tidak banyak mempedulihan kepentingan si anak, suka membandingkan dengan anak yang lain, dan sebagainya, menyebabkan hilangnya ketenangan jiwa si anak. Sikap ini juga mengakibatkan gangguan pikiran anak misalnya sering lupa, tidak bisa mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting, kemampuan berpikir menurun. Orang-tuanya pun merasa anaknya tidak lagi cerdas, pikirannya tidak dapat digunakan, dikuasai oleh ingatan-ingatan yang jelek dan negatif tentang dirinya. Yang terjadi adalah seperti apa yang telah dikatakan oleh orang-tuanya yang selalu mengata-ngatai dia, bodoh, jelek, dan tidak berguna. Tak heran gangguan pikiran ini membuatnya pasif tidak berinisiatif. Mengapa? Ya, karena ia percaya pada dusta tentang apa-apa yang telah didengar mengenai dirinya itu.

d. Gangguan fisik

Keadaan jiwa yang tidak sehat, gelisah, marah, rasa bersalah, rasa berdosa dan lain-lain mempengaruhi juga kesehatan secara fisik. Hal ini disebut Psychosomatic,[14] suatu penyakit pada tubuh yang disebabkan oleh konflik-konflik psikologis dan kecemasan-kecemasan yang kronis.

Konflik psikologis, stres dan frustrasi bisa menimbulkan penyakit-penyakit antar lain bisul, sakit kepala, penyakit kulit, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, sesak nafas, gangguan pencernaan dan sebagainya. Jelas memang, orang yang jiwanya tidak sehat cenderung untuk memiliki tubuh yang tidak sehat pula.

Akibat luka batin

Luka walaupun hanya tergores mengakibatkan rasa sakit apalagi jika luka itu dalam sakitnya akan terasa lama. Demikian juga dengan luka batin dapat mengakibatkan kesakitan dan kepahitan dalam diri seseorang yang terus mengganggu sepanjang hidupnya.

Luka batin berdampak negatif – berakibat buruk – terhadap diri sendiri, sesama dan Tuhan.[15]

Terhadap diri sendiri

1. Memiliki harga diri yang sangat rendah

Orang yang terluka batinnya akan memiliki gambaran yang jelek atau tidak baik tentang dirinya. Ia merasa kotor, tidak berguna, tidak dapat berbuat apa-apa, merasa orang lain pasti lebih pintar, lebih baik, sedangkan dirinya bodoh, jelek, tidak luwes, tidak penting.  Akhirnya untuk menutupinya ia akan berusaha mati-matian untuk memperlihatkan kebolehannya, kesempurnaannya. Contohnya, orang yang gila pekerjaan atau pencandu pekerjaan, bekerja sampai larut malam, bahkan ia merasa bersalah kalau tidak sedang bekerja. Ia bekerja untuk mendapatkan kelegaan, untuk memuaskan orang lain, menarik perhatian atau kasih dari orang lain.

2. Tidak memiliki jaminan atau rasa aman

Hidupnya selalu diliputi perasaan gelisah, tertekan, mudah tersinggung dan marah terhadap orang lain. Orang yang merasa tidak pasti dalam keinginannya akan merasa aman, terjamin, terlindung, bersikap seolah-olah ada bencana besar yang hampir selalu akan datang, sehingga hidupnya selalu dipenuhi ketakutan, kecemasan, dan lain-lain.

4. Pikirannya terganggu

Mudah menjadi kalut, mudah lupa, sulit mengambil keputusan, kehilangan aspirasi dan motivasi, sulit untuk berkonsentrasi, berfikir yang jelek dan negatif terhadap dirinya sendiri, orang lain dan juga lingkungannya. Ia sering berprasangka buruk terhadap orang lain dan lingkungannya.

5. Kesehatannya secara fisik terganggu

Kebanyakan ranjang rumah sakit dipenuhi oleh orang yang terganggu kesehatan fisiknya karena terluka batinnya. Gangguan psikologis membuat seseorang mengalami serangan jantung, darah tinggi, gatal-gatal kulit, tumbuh bisul, alergi, darah rendah, dan sekian macam penyakit fisik lainnya.

Terhadap sesama

Pandangan seseorang terhadap dirinya mempengaruhi juga pandangannya tentang orang lain. Jika seseorang menganggap dirinya jelek, tidak baik maka iapun cenderung memandang orang lain seperti itu.

Karena itu seorang penderita luka batin sulit untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain, tidak bisa bergaul, menutup diri, menarik diri, sulit untuk mempercayai orang lain, tidak senang melihat orang lain bahagia, sukanya mengkritik, menyakiti, menjatuhkan orang lain. Jika ada masalah, ia cenderung menghindar, bukan menghadapi dan menyelesaikan masalah. Batinnya yang luka menyebabkan perasaannya peka. Karena takut mengalami penolakan dan takut disakiti, ia cenderung menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Ia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik dalam keluarga, pekerjaan, gereja maupun lingkungan sosial lainnya.

Terhadap Tuhan

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah itulah Bapa Sorgawi yang mengasihi anak-anak-Nya, memelihara dan memperlengkapinya, dan menjaganya dari berbagai bahaya.[16] Tetapi jika contoh yang dilihatnya di bumi ini merupakan pelaku kejam atau penganiaya di dalam keluarga, anak itu akan sangat bingung membayangkan bagaimana sebenarnya Allah itu. Dan mungkin jadi benci dan kehilangan kepercayaan juga kepada Allah. Karena seorang anak menerima pengertian bahwa Allah itu mirip dengan ayah-ibunya, ayah tirinya, paman atau kakek-neneknya. Kelak, ketika ia diperkenalkan Allah sebagai Bapa Sorgawi, tidaklah mudah baginya untuk membayangkan betapa baik dan bijaknya Bapa Sorgawi itu. Ia menganggap Bapa Sorgawi sama dengan ayahnya di rumah yang kejam dan senang menghukum.

Orang yang batinnya terluka akan sulit untuk dapat membayangkan dan mengerti akan kasih dan pengampunan Allah dalam hidupnya. Hubungannya akan ditandai dengan rasa takut. Ia selalu merasa tidak layak dan rendah diri. Setiap kali ia minta ampun, ia merasa ragu, apakah Allah mau mengampuni dan menerima dirinya yang kotor. Rasa bersalah menyebabkan ia meragukan keselamatannya di dalam Kristus Yesus. Konsep yang keliru tentang pribadi Allah menghambat pertumbuhan rohani dan kedewasaan imannya. Luka dalam batinnya menyebabkan ia hanya memfokuskan diri pada persoalan dan pergumulan dalam batinnya, bukan pada Tuhan Yesus.